Total Tayangan Halaman

Kamis, 07 Februari 2013

SUMBER SEJARAH


SUMBER SEJARAH- Apakah yang disebut dengan sumber sejarah? Sumber sejarah adalah sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung menyampaikan kepada kita tentang sesuatu kenyataan pada masa lalu. Suatu sumber sejarah mungkin merupakan suatu hasil aktivitas manusia yang
memberikan informasi tentang kehidupan manusia. Bagi sejarawan, sumber sejarah ini merupakan alat, bukan tujuan akhir. Adanya sumber sejarah merupakan bukti dan fakta adanya kenyataan sejarah. Dengan sumber sejarah inilah, sejarawan dapat mengetahui kenyataan sejarah. Tanpa adanya sumber, sejarawan tidak akan bisa berbicara apa-apa tentang masa lalu; begitu pula tanpa sentuhan sejarawan, sumber sejarah pun belum bisa banyak bicara apa-apa. Sumber sejarah sendiri bukanlah sejarah. Sejarah itu ada karena konstruksi dari sejarawan terhadap sumber sejarah. Dilihat dari sifatnya, sumber sejarah dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Apabila dilihat dari bentuknya, maka terdapat sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber dalam wujud benda fisik atau artefak. Sumber primer dapat berupa orang yang langsung menyaksikan kejadian suatu peristiwa atau catatan yang dibuat pada zamannya dengan bentuk tulisan, isi, dan bahan yang sezaman. Tetapi apabila orang yang tidak langsung menyaksikan suatu peristiwa tetapi ia mengetahuinya, maka termasuk sumber sekunder. Sumber sekunder dalam bentuk tertulis dapat berupa catatan tertulis yang bentuk tulisan dan bahannya tidak sezaman.
Untuk memudahkan perbedaan sumber primer dan sekunder, baiklah berikut ini diberikan contoh. Misalnya kita ingin melihat bagaimana kehidupan petani di suatu desa pada tahun 1945-1950. Untuk menulis tema tersebut, kita mencari arsip. Misalnya kita menemukan arsip tentang jumlah petani di desa tersebut pada tahun 1945-1950. Arsip yang kita temukan, ternyata ditulis dengan ketikan komputer dan dibuat di atas kertas HVS. Jelas bahwa sumber tersebut bukanlah sumber primer, karena bentuk ketikan yang digunakan tidak sezaman. Pada tahun 1945-1950 belum ada komputer. Jika data dalam sumber itu benar, maka dapat dimasukkan ke dalam sumber sekunder. Dalam sumber lisan pun kita dapat membedakan sumber primer dan sekunder. Misalnya kita akan menulis pertempuran melawan Belanda di suatu kota pada masa revolusi. Untuk menulis peristiwa tersebut, kita mewawancarai orang yang pernah terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Kita menemukan misalnya seorang tentara yang sekarang sudah purnawirawan dan pernah ikut bertempur dalam peristiwa itu. Perwira yang kita wawancarai itu bisa dikatakan sebagai sumber primer. Apabila kita mewawancari anak perwira tersebut, dan anaknya tidak terlibat dalam peristiwa tersebut, tetapi mengetahuinya mungkin dari cerita ayahnya, maka anak perwira tersebut dapat dikategorikan ke dalam sumber sekunder.
1.    sejarah Sumber tertulis
Penggunaan sumber tertulis dalam penelitian sejarah amatlah penting. Biasanya sumber tertulis dapat memberikan informasi aspek-aspek yang akan kita teliti, misalnya aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain. Dilihat dari segi bentuknya, sumber tertulis dapat berbentuk tulisan yang tercetak dan tulisan yang masih ditulis tangan atau manuskrip. Ada beberapa contoh sumber tertulis yang dapat dijadikan sumber penelitian sejarah, yaitu sebagai berikut.
a.    Laporan-laporan
Laporan yang lengkap akan banyak memberikan informasi yang penting bagi penelitian sejarah. Kita dapat menggunakan laporan, baik yang dibuat oleh lembaga resmi pemerintah maupun nonpemerintah. Biasanya, laporan dibuat setiap akhir tahun, sehingga dikenal sebagai laporan tahunan. Dalam laporan ini, biasanya lebih banyak berisi tentang data-data kuantitatif atau angka-angka, misalnya data angka jumlah penduduk, jumlah jenis-jenis pekerjaannya, angka kesehatan masyarakat, jumlah luas tanah, dan lain-lain. Dari angka-angka yang ada itu, kita bisa melihat bagaimana pasang surutnya perkembangan penduduk. Biasanya dalam laporan resmi tidak begitu banyak penjelasan terhadap angka-angka tersebut, misalnya mengapa pada tahuntahun tertentu pendapatan petani naik dan pada tahun-tahun tertentu juga pendapatan petani menurun. Dengan tidak lengkapnya penjelasan tersebut, memaksa kita untuk mencarinya dari sumber lain seperti notulen rapat, surat-surat, catatan pribadi, dan sumber-sumber pendukung lainnya.
Dalam membaca laporan-laporan pemerintah, kita harus lebih kritis. Sebab, biasanya terdapat laporan-laporan yang dibuat tidak berdasarkan data yang nyata di lapangan. Hal ini terjadi karena si pembuat laporan merasa malas untuk mengecek atau melihat ke lapangan atau membuat laporan asal jadi. Oleh sebab itulah, kita perlu melakukan cek silang dengan sumber-sumber lainnya.
Adapun laporan nonpemerintah, misalnya laporan perusahaan. Apabila kita ingin membuat sejarah suatu perusahaan, laporan tahunan perusahaan itu merupakan salah satu sumber yang berarti. Tiap tahun misalnya perusahaan membuat laporan keuangan, berapa keuntungan yang diperoleh, atau rugi yang diderita, berapa jumlah karyawan, dan laporan-laporan lainnya. Dengan adanya laporan tahunan perusahaan, kita akan mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan dalam periode tertentu.
b.    Notulen rapat
Hal-hal yang menjadi materi pembicaraan rapat biasanya dicatat oleh salah seorang petugas. Catatan tersebut disebut notulen rapat. Notulen rapat memberikan informasi yang berharga dalam penelitian sejarah, apalagi bila notulen rapat yang kita temukan itu masih dalam bentuk tulisan tangan si petugas penulis. Apabila kita menemukan bentuk notulen rapat yang demikian, maka itu termasuk sumber primer. Dalam notulen rapat, biasanya terdapat materi penting yang menjadi bahasan rapat. Misalnya kita menemukan notulen rapat sebuah partai pada tahun 1950. Berdasarkan notulen tersebut, kita dapat menulis sejarah politik.
c.    Surat-surat
Surat biasanya dapat berupa tulisan yang singkat, dapat pula surat yang panjang dan ada lampirannya. Baik surat yang pendek maupun surat yang panjang merupakan sesuatu yang berharga dalam penelitian sejarah. Apabila kita menemukan surat yang ada lampirannya, maka kita kemungkinan akan menemukan banyak data atau informasi yang kita butuhkan dalam penelitian. Misalnya dalam penelitian tentang perubahan sosial desa 1950-1955, ditemukan adanya surat dari kepala desa kepada masyarakat yang berisi undangan rapat tentang program pengembangan pertanian desa.
Berdasarkan surat tersebut, kita bisa memberikan tafsiran bahwa perubahan sosial yang terjadi di desa itu karena adanya kerja sama antara pihak pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya undangan rapat itu, menunjukkan bahwa pemerintah desa mendialogkan programnya dengan masyarakat. Mungkin pula kita menemukan surat yang berasal dari masyarakat yang ditujukan kepada Kepala Desa. Dari surat yang seperti ini pun, kita bisa menjelaskan tentang hal yang diteliti. Misalnya surat itu berisi keluhankeluhan masyarakat dalam melaksanakan program yang telah disepakati. Keluhan-keluhan itu misalnya banyak terjadi pencurian terhadap hasil-hasil pertanian dan ternak yang dipelihara, terjadinya serangan hama, permohonan bantuan pupuk, dan keluhan-keluhan lainnya. Berdasarkan surat ini, kita bisa memberikan tafsiran bahwa dalam melaksanakan program pengembangan pertanian terdapat pula hambatan-hambatan.
d.    Surat kabar
Dalam surat kabar biasanya banyak berita yang memuat tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat. Berita-berita tersebut merupakan sumber yang berharga bagi peneliti sejarah. Peneliti sejarah dapat menyeleksi bagian mana dari berita itu yang dapat dijadikan sumber bagi penelitiannya, sebab surat kabar biasanya menyajikan berita yang beragam misalnya berita ekonomi, politik, budaya, sosial, pendidikan dan lain-lain. Apabila peneliti sejarah ingin meneliti sejarah ekonomi, maka berita ekonomi yang menjadi pilihannya untuk dijadikan sebagai sumber sejarah.
Berita yang disajikan oleh surat kabar yang satu dengan yang lainnya, kemungkinan akan menunjukkan suatu analisis yang beragam. Perbedaan ini disebabkan oleh kepentingan dari masing-masing penerbit surat kabar. Setiap surat kabar memiliki kepentingan atau misi untuk membentuk opini atau pendapat masyarakat. Surat kabar yang diterbitkan oleh pemerintah dan nonpemerintah tentu akan memiliki perbedaan dalam menilai suatu peristiwa. Apalagi surat kabar yang diterbitkan oleh partai politik, bisanya dijadikan sebagai alat untuk mempropagandakan program-program atau misi partai tersebut.
Dalam menghadapi keragaman tersebut, seorang peneliti sejarah harus menyikapinya secara kritis. Dalam menggunakan surat kabar sebagai sumber sejarah, hendaknya peneliti sejarah dapat membedakan mana fakta dan opini. Fakta adalah kenyataan yang sesungguhnya terjadi atau ada, sedangkan opini merupakan penilaian terhadap fakta itu sendiri. Kalau sudah masuk dalam bentuk opini, maka subjektivitas akan sangat menonjol. Selain itu, peneliti sejarah sebaiknya juga dapat mengetahui siapa yang menerbitkan surat kabar tersebut, apakah pemerintah, partai politik, atau lembaga-lembaga lainnya. Dengan mengetahui siapa penerbitnya, diharapkan peneliti sejarah akan lebih mudah mengetahui maksud opini yang ditampilkan oleh surat kabar tersebut.
e.    Catatan pribadi
Catatan pribadi adalah catatan yang dibuat oleh seorang individu yang menceritakan pengalamannya yang ia pandang penting untuk dicatat. Biasanya ada orang-orang tertentu yang memiliki kebiasaan untuk menulis pengalamannya. Bahkan yang ia catat bukan sekedar apa yang terjadi pada dirinya, tetapi mungkin mencatat pengalaman orang lain yang ia lihat. Misalnya Mohammad Hatta mencatat pengalamannya dalam bentuk memoar. Dalam memoarnya itu, kita bisa melihat bagaimana Mohammad Hatta berjuang menuju kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang ia catat bukan hanya pengalaman pribadinya, tetapi ia mencatat pula bagaimana perilaku pejuang lainnya dalam suatu peristiwa, misalnya ketika perumusan proklamasi.
Orang-orang tertentu memiliki kebiasaan untuk mencatat berbagai peristiwa yang ia anggap penting dalam catatan pribadinya atau sering disebut dengan buku catatan harian. Peristiwa-peristiwa penting itu baik yang menyangkut dirinya maupun orang lain. Catatan pribadi ini dapat memberikan informasi yang mungkin saja tidak terdapat dalam laporan-laporan resmi, misalnya laporan resmi pemerintah. Ada kemungkinan beberapa pejabat pemerintah memiliki catatan-catatan khusus pribadi mengenai kegiatan-kegiatan yang ia lakukan di departemennya. Misalnya catatan-catatan tentang rapat-rapat yang dilakukan.
Mungkin saja informasi yang diberikan dalam catatan pribadi pejabat tidak tercantum dalam laporan resmi, sehingga akan banyak memberikan informasi. Dalam catatan pribadi, mungkin kita dapat menemukan informasi yang tersembunyi, misalnya tentang perbedaan pendapat di antara para pejabat tentang suatu keputusan pemerintah. Dalam laporan resmi pemerintah, kita tidak menemukan adanya perbedaan pendapat, tetapi dalam catatan harian kita menemukan berbagai argumen di antara para pejabat yang berbeda pendapat. Ada pula dari catatan-catatan pribadi ini yang kemudian disusun oleh si pemilik catatan tersebut menjadi sebuah autobiografi atau memoar. Dalam menghadapi sumber seperti ini, kita harus lebih kritis. Sebab, tidak menutup kemungkinan subjektivitas akan dominan. Si penulis memoar atau autobiografi akan lebih menonjolkan peran-peran pribadinya. Orang-orang lain yang memiliki peran, tidak banyak ditonjolkan. Sering sekali terjadi ketika autobiografi itu dipublikasikan bisa menimbulkan kontroversial, terutama dari orang-orang yang merasa tidak bisa menerima apa yang diuraikan dalam autobiografi atau memoar tersebut.
Dalam menggunakan catatan pribadi pun, kita tidak akan menggunakan seluruh informasi yang ada dalam catatan tersebut. Data yang kita cari dari catatan pribadi hanya data yang berkaitan dengan tema penelitian kita. Misalnya dari memoar Hatta, kita hanya mengambil bagian tentang perumusan proklamasi karena penelitian kita hanya bicara bagaimana sikap para pemuda dalam menghadapi proklamasi.
a.    Sumber lisan
Sumber lisan diperoleh melalui wawancara. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sumber lisan tersebut dikenal sebagai Oral History. Data sejarah yang kita peroleh dalam sejarah lisan ialah apa yang ada dalam memori informan, baik sebagai saksi langsung maupun tidak langsung. Kebenaran sumber lisan ini sangat tergantung pada penuturan informan yang diwawancarai. Dalam melakukan wawancara, dibutuhkan kemampuan teknik-teknik tertentu. Ketrampilan tersebut baik pada saat sebelum wawancara dilaksanakan maupun pada saat pelaksanaan. Peneliti sejarah terlebih dahulu harus memiliki persiapan yang matang sebelum wawancara dilaksanakan. Sebelum wawancara dilaksanakan, peneliti sejarah harus menguasai terlebih dahulu materi yang akan ditanyakan. Misalnya kita akan meneliti pertempuran menghadapi Belanda yang terjadi di suatu daerah pada masa revolusi. Kita harus tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan zaman revolusi, bagaimana gambaran umum zaman revolusi, dan lain-lain. Dengan pengetahuan seperti ini, diharapkan wawancara yang kita lakukan akan lebih mendalami pengetahuan yang sebelumnya telah diketahui.
Agar wawancara yang dilakukan lebih terarah, maka sebaiknya terlebih dahulu kita harus membuat daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan ini menjadi pedoman ketika kita akan melakukan wawancara. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan sebelum wawancara dilaksanakan adalah alat perekam yang akan digunakan. Persiapkan alat perekam dengan baik, apakah berfungsi ataukah tidak? Jangan sampai ketika kita melakukan wawancara ternyata alat perekamnya tidak berfungsi. Apabila hal ini terjadi, maka wawancara yang kita lakukan menjadi sia-sia. Sebaiknya orang yang kita wawancarai lebih banyak mengungkapkan fakta, bukan interpretasi dia terhadap fakta. Kalau interpretasi yang diungkapkan, maka hal itu akan menimbulkan subjektivitas yang tinggi terhadap sumber sejarah. Misalnya kita akan meneliti tentang perjuangan masyarakat di suatu desa dalam melawan pendudukan Belanda pada masa revolusi. Dalam mewancarai tokoh yang terlibat pada masa itu, kita tidak perlu menanyakan bagaimana penilaian tokoh tersebut terhadap peran tokoh-tokoh yang lainnya, apakah tokoh lainnya itu baik atau tidak. Tetapi yang kita tanyakan adalah bagaimana proses perlawanan itu terjadi, di mana, kapan, dan siapa-siapa saja yang terlibat. Biarkanlah tokoh tersebut mengisahkannya sendiri. Sebagaimana telah dikemukan, terhadap sumber lisan harus dilakukan kritik. Kritik yang dilakukan terhadap sumber ini ialah untuk melihat kebenaran fakta yang diungkapkan oleh informan. Langkah yang dilakukan untuk menilai keabsahan sumber tersebut adalah dengan melakukan cek silang (cross check).
Oleh sebab itu, dalam wawancara sebaiknya tidak hanya dilakukan terhadap satu orang informan saja, tetapi dilakukan terhadap beberapa informan. Cara seperti ini dilakukan untuk memudahkan cek silang. Peneliti melakukan perbandingan antara apa yang dituturkan oleh seorang informan dengan informan yang lainnya.
Pengujian keabsahan sumber tidak hanya dilakukan dengan cek silang antarinforman. Peneliti dapat menguji keabsahan apa yang disampaikan oleh penutur dengan sumber tertulis, misalnya dengan arsip. Mungkin saja arsip akan memberikan informasi yang berbeda dengan informan mengenai suatu peristiwa yang sama.
Penggunaan sumber lisan pada dasarnya apabila kita menganggap kurang sumber data yang diperoleh melalui sumber tertulis. Misalnya kita meneliti perlawanan pada masa revolusi, dalam arsip tidak mencantumkan kapan peristiwa itu terjadi dan berapa korban dari pihak republik. Untuk mengetahui hal tersebut, maka kita melakukan wawancara terhadap orang yang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut.
Daya ingat yang dimiliki oleh informan merupakan kelemahan utama dalam penggunaan sumber lisan. Semakin jauh jarak peristiwa dengan usia informan, maka kemungkinan sumber itu kurang valid. Informan kemungkinan lupa terhadap peristiwa yang ia alami. Selain kelupaan, subjektivitas informan merupakan bagian dari kelemahan sumber lisan. Biasanya ada informan yang menyampaikan informasinya lebih banyak menonjolkan tentang peran dirinya. Oleh sebab itu, kita harus bersikap kritis terhadap sumber lisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar